Pelajaran Sejarah dan Amanat Seminar Sejarah Nasional (SSN) Tahun 2018



Belum lama ini terjadi diskursus di masyarakat kita tentang isu penghapusan mata pelajaran sejarah dalam kurikulum nasional. Entah dari mana mulanya, tapi isu ini menyebar begitu cepat dan mendapat kecaman dari para guru sejarah, sejarawan dan akademisi dalam ragam bentuk forum daring. Organisasi profesi kesejarahan pun seluruhnya kompak dengan tegas dan secara resmi menolak penghapusan mata pelajaran sejarah dari kurikulum nasional.

Jika benar adanya, entah kapan penyederhanaan kurikulum itu terjadi di mana mata pelajaran sejarah menjadi salah satu tumbalnya, tentu gejolak yang ada bukan hanya soal moral dari pelajaran sejarah itu sendiri, tapi jauh lebih luas, terutama tentang posisi guru sejarah, dan jurusan-jurusan yang memproduksi para guru sejarah dan sejarawan.

Isu ini segera mendapat tanggapan dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim. Dalam video converencenya ia menegaskan bahwa pelajaran sejarah tidak akan dihapus karena dianggap sebagai tulang punggung identitas dan karakter bangsa.

Terlepas dari berbagai diskursus yang muncul di ruang publik, isu ini, ada baiknya juga menjadi bahan intropeksi bagi para pemangku kepentingan, guru sejarah dan sejarawan. Arti penting sejarah bagi bangsa tentu bukan hal yang harus didiskusikan lagi. Semua orang sadar bahwa bangsa kita yang beragam yang memiliki dinamika perjalanan pembentukan dan pembangunan yang panjang diikat erat oleh ingatan kolektif. Sedangkan ingatan kolektif itu hanya bisa tetap terjaga jika kita sadar dan belajar dari sejarah. Karena itulah sejarah menjadi bagian yang strategis dalam menjaga keutuhan berbangsa. Tentu masih banyak lagi kegunaan moral yang dapat diambil dari belajar sejarah.

Akan tetapi pada realitanya, kesadaran itu sulit dicapai. Entah harus bagaimana lagi mata pelajaran sejarah itu disampaikan oleh guru sejarah.Mata pelajaran sejarah sampai saat ini hanya menjadi penghias dari kurikulum kita. Sejarah tidak dianggap inti dan substantif bagi sekolah dan para peserta didik.

Mata pelajaran sejarah tidak bergengsi layaknya mata pelajaran eksak seperti IPA dan Matematika. Jumlah jam pelajaran yang diberikan pun sangat sedikit. Mata pelajaran sejarah seringkali tidak diminati oleh peserta didik dan dianggap membosankan, karena cenderung menghafal tahun, nama tokoh, nama tempat, peristiwa, dan informasi-informasi masa lalu lainnya.

Informasi masa lalu itu bertumpuk sesak sehingga memunculkan keengganan bagi peserta didik untuk mempelajarinya. Belum lagi soal guru sejarah yang menyampaikan materi dengan monotone dan ditambah dengan keterbatasan bahan referensi dan kelangkaan media pembelajaran yang menarik dan aplikatif.

Semua persoalan yang melingkupi mata pelajaran sejarah ini bukan tidak pernah di atasi. Guru-guru sejarah kita bukan tanpa upaya dalam mengatasi persoalan ini. Namun dalam banyak kasus upaya menyajikan sejarah yang dekat dan mengena dengan peserta didik acapkali dilakukan secara parsial dan perorangan. Artinya sosok guru lah yang menjadi penentu mata pelajaran sejarah itu dapat diterima dengan baik atau tidak.  Padahal pelajaran sejarah adalah hajat nasional. Ini adalah kepentingan bersama yang harus ditelaah bersama  dari hulu hingga ke hilirnya.

Upaya untuk mengevaluasi pelaksanaan pendidikan kesejarahan di Indonesia dan untuk memperbaiki pendidikan kesejaran di Indonesia sebenarnya pernah dirintis oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalaui Direktorat Sejarah bekerja sama dengan Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) dan Perhimunan Prodi Sejarah Seluruh Indonesia (PPSI).

Evaluasi ini diselenggarakan dalam bentuk kegiatan Seminar Sejarah Nasional (SSNI) yang mengusung tema “Paradigma dan Arah Baru Pendidikan Kesejarahan di Indonesia”. Seminar yang dilaksanakan di Universitas Gadjah Mada ini dihadiri oleh 125 pemateri dari berbagai kalangan seperti guru, sejarawan dan para akademisi lintas studi.

Seminar yang diselenggarakan pada tanggal 3-4 Desember 2018 ini menyimpulkan bahwa pendidikan kesejarahan memiliki arti yang sangat penting untuk menumbuhkembangkan kesadaran kebangsaan, nasionalisme, cinta tanah air dan kebhinekaan di Indonesia. Kesimpulan itu kemudian diturunkan menjadi tujuh butir rekomendasi sebagai berikut:

1. Guru sejarah menjadi figur sentral yang akan menjadi subyek penting dalam pendidikan kesejarahan Oleh karena itu peningkatan kualitas guru sejarah harus menjadi prioritas penting dalam pendidikan kesejarahan kini dan masa depan. Peningkatan kualitas guru itu meliputi peningkatan kemampuan penguasaan substansi sejarah dan metode dan metodologi pembelajaran sejarah.

2. Perkembangan teknologi informasi telah mendorong transformasi  di berbagai bidang, termasuk dalam memahami peristiwa sejarah dan kesejarahan. Oleh karena itu pendidikan kesejarahan harus memanfaatkan semaksimal mungkin teknologi informasi dan sekaligus menghadirkan sejarah dalam berbagai bentuk.

3. Kurikulum Pendidikan Sejarah di sekolah menengah yang diterapkan saat ini memerlukan peninjauan ulang disesuaikan dengan perkembangan-perkembangan dan perubahan-perubahan baru dalam pemahaman kesejarahan masyarakat yang berubah.

4. Kurikulum sejarah harus merubah orientasi tematik dalam substansi pembelajarannya dari sejarah politik ke sejarah sosial, budaya dan sejarah intelektual/pemikiran. Hal ini untuk mengakomodasi peran-peran sejarah yang dimainkan oleh kelompok-kelompok sosial marginal / non elit dan juga untuk menampilkan tokoh-tokoh sejarah baru di bidang sosial, pemikiran/intelektualitas dan kebudayaan.

5. Penulisan buku induk Sejarah Nasional Indonesia dengan paradigma baru harus segera dilakukan dengan mengikutsertakan para sejarawan akademik bereputasi yang diwadahi oleh beberapa organisasi profesi seperti Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) dan Perkumpulan Prodi-Prodi Sejarah Seluruh Indonesia (PPSI). Untuk itu perlu segera diadakan sebuah symposium khusus yang membahas penulisan buku baru Sejarah Nasional Indonesia.

6. Komunitas kesejarahan memiliki peran penting dalam membangun kesadaran sejarah masyarakat melalui berbagai kegiatan. Oleh karena itu perlu dikembangkan fasilitasi baik dalam bentuk dana, kemudahan akses ke berbagai situs sejarah dan pengembangan kualitas organisasi dan menejemen kegiatan.

7. Banyak individu, kelompok, lembaga dan organisasi kemasyarakatan yang telah berjasa dalam pengembangan pendidikan kesejarahan, penelitian dan penelitian sejarah, penerbitan karya-karya sejarah yang bermutu, serta penyelamatan sumber-sumber, artefak dan situs sejarah. Oleh karena itu Negara perlu memberikan penghargaan yang layak terhadap mereka.

Butir-butir rekomendasi yang ditandatangani oleh Dr. Sri Margana selaku ketua pelaksana ini telah disampaikan langsung oleh Kepala Pusat Perbukuan dan Kurikulm (Puskurbuk) Kemdikbud yang kala itu dijabat oleh Awaludin Tjala, di mana beliau juga menjadi satu dari enam pembicara kunci dalam Seminar Nasional tersebut. Namun tindak lanjut dalam menyikapi berbagai rekomendasi tersebut nampaknya belum sepenuhnya terealisasikan. Inilah yang kemudian penting untuk didorong.

Butir-butir dari rekomendasi tersebut telah jelas, detail dan komprehensif membidik rongga-rongga yang perlu dilengkapi dari pembelajaran sejarah kita, mulai dari guru, media pembelajaran, kurikulum, penulisan buku induk, peran komunitas serta apresiasi bagi orang yang telah berjasa dalam bidang kesejarahan. Bahkan poin ketiga menegaskan perlunya peninajaun kembali terhadap kurikulum pembelajaran sejarah di tingkat Sekolah Menengah Atas. 

Artinya apa yang menjadi kegusaran insan kesejarahan saat ini sesungguhnya telah dibahas dan dirumuskan akar-akar persoalannya.  Rekomendasi ini sesungguhnya dapat menjadi pegangan para insan kesejarahan dalam menyikapi isu yang muncul belakangan ini. Rekomendasi SSN 2018 ini cukup menjadi koreksi kerja para guru sejarah, pemerintah dan sejarawan selama ini dalam menghadirkan pembelajaran sejarah yang layak guna. Artinya sanggahan-sanggahan normatif yang terus menerus digaungkan oleh insan kesejarahan tidak perlu dilajutkan.

Isu penghapusan mata pelajaran ini ada baiknya juga menjadi ruang jeda bagi para  insan kesejarahan untuk merumuskan dan menata kembali apa yang menjadi kekurangan dalam pembelajaran sejarah saat ini. Jika pelajaran sejarah memang bisa memberikan arti bagi masyarakat atau khususnya peserta didik, tentu kata penting itu akan dengan sendirinya disadari oleh masyarakat kita.

Wallahu'alam Bishawwab
***