Senja yang Sontoloyo

Sore itu menjadi sore yg memacu adrenalin. Kita berdua saling diam, kadang bertatapan kosong tanpa sepatah katapun. Keringat dingin pun perlahan membasahi telapak tangan.😨

"Sontoloyo ini abang grab. Kita udah bilang kalo lagi buru-buru, tapi masih aja dia hemat injek pedal gasnya."

Sore itu kami sedang tergopoh-gopoh mengejar kereta. Tentu ini bukan hal yang sederhana. Tiket kereta dari Bandung ke  Jakarta, dan sebaliknya itu kadang lebih berharga dari dunia dan seisinya. 

You now lah yg suka PP Jakarta-Bandung. Bus itu pilihan kedua. Dan travel itu pilihan ketiga, yang mungkin aja gak akan dipilih. Alasannya, liat aja di google; elevated tol karawang yang muacetnya kaya di Padang Mahsyar.😣

Balik lagi ke abang grab. Dengan segala kelembutan injekan pedal gas si abang, akhirnya kita berhasil mendekati stasiun. Mendekati ya, belum sampe. Ya kurang lebih jaraknya 300 meter lagi lah menuju stasiun.

Tapi yg konyol, buat menempuh 300 meter itu mungkin butuh waktu sekitar satu jam setengah. Sialnya, jalanan yang biasanya lancar gk bisa ditebak malah muaceet parah.

Waktu itu jam 15.50, dan kereta kita itu jam 16.00. Sepuluh menit buat nerobos kemacet yg padetnya kaya antrean raskin. "Ini mustahil", kata gua.

Dan akhirnya kita putuskan buat keluar grab dan lari membelah kemacet. Whats? Istri gua lari dalam kondisi hamil 8 bulan.😭

Tuhan, hati ini menjerit sekeras-kerasnya. Dan waktu itu barang bawaan kita udah kaya orang mau pindah kos-kosan.

Gua dan Si Cinta akhirnya berpencar. Gua bergegas lari menuju mesin cetak tiket, dan si cinta jalan cepet menuju pintu pemeriksaan tiket.

Akhirnya, dengan segala jerih payah, Tuhan mempertemukan kita di pintu tiket setelah beberapa detik berpisah.😘

Ohhhhh.... no....
Dan pintu gerbang udah ditutup.
Kereta emang belum jalan. Tp rel steril.
Akhirnya dengan wajah iba gua dan Si Cinta merengek buat dibukain pintu gerbangnya.

Dan si Bapak penjaga, yg wajahnya mirip malaikat Mungkar-Nakir itu masih nyuru gua nunggu, dong. Kebayang itu kereta udah dikit lagi mau jalan.😤

Akhirnya, dengan segala hormat yg didasari rasa keterpaksaan, gua buka itu slot gerbang dan akhirnya kita bisa cawww... dengan setengah ilegal, jelas aja tiket kita berdua belum sempet discan.

"Oh my god. Itu kereta yg kita kejar-kejar Bun. Udah di depan mata." Tatap kita dengan binar mata SpongeBob dan Patrick.😍

Dari belakang sang malaikat bilang, *eh si penjaga gerbaang maksudnya, "woy cepat, lari, lari".

"Subahanallah ini si Bapak gak tau istri gua lagi hamil apa ya?!" Mudah-mudahan si Bapak dikasih hidayah. Doa gua lirih.

Dengan sedikit sai alias lari-lari kecil akhirnya kereta berhasil kita deketin. Tp belum selesai sampe di situ. Semua pintu udah ketutup, tinggal satu pintu yang belum ketutup dan itu gak setara sama peron.😱

Dan akhirnya gua gendong Si Cinta buat menggapai pintu yg tingginya sekitar sepanggul Ade Ray itu. Kebayang dong, kaki Si Cinta harus ngangkat berapa tinggi. Aduuhhh sedih kalau ngebayanginnya. Si dede pasti kejepit itu.😢

Dan akhirnya, segala ikhtiar kita di senja itu berbuah manis. Kita pun berhasil duduk, dan seketika itu, tut... tut... keretapun jalan.🚂

Senja itu berakhir dengan tangis dan pelukan antara aku, si cinta dan baby hui. Dan kita berjanji gk akan mengulangi lagi berangkat mepet-mepet.😂🙈💕

Sekian
Bandung waktu itu