Senja Merah Ramadhan yang Kian Ramah

Senja Merah Ramadhan yang Kian Ramah

Hasil gambar untuk LUKISAN SENJA DI JAKARTA
Sumber Gambar: himakomunssolo

Kala senja mulai menyingsing, jalan-jalan besar mulai dipadati para pemburu nafkah yang bergegas menuju rumah. Rumah memang tempat yang tidak tergantikan sebagai tempat mengaup di kala berbuka, sesederhana apapun menunya. Tidak heran jika para pencari nafkah itu rela berpacu dengan waktu untuk cepat sampai di rumah.

Hiruk-pikuk ibu kota mungkin membuat sebagian orang frustasi, namun bagi saya ini pemandangan unik yang sangat saya nikmati. Apalagi di kala Ramadhan ini. Banyak hal anomali yang hanya bisa saya temukan di bulan berkah ini.

Senja semakin menujukkan keindahannya. Mega kemerahan itu membuat sendu senja kian ramah dan tentram. Lampu-lampu jalanan mulai temerang menerangi jalanan yang temaram, Senandung sholawat berkumadang di menara-menara masjid, pertanda tidak lama azan maghrib akan bergema.

Tidak lama berselang, terdengar kumandang adzan magrib. “Allahuakbar, Allahuakbar”, seruan itu sekaligus menjadi penanda bahwa telah masuk waktu berbuka puas.

Di tengah tumpukkan kendaraan di sebuah persimpangan jalan di bilangan Jakarta Barat, saya disajikan sebuah pemandangan yang membuat saya terenyuh. Di tengah bising suara kendaraan, gema azan maghrib dan suasana senjakala, terlihat kerumunan orang memarkirkan kendaraan di bahu jalan. “Sedang apa kerumunan orang itu ya?”, tukas saya lirih dalam hati.

Para pengendara yang singgah itu terlihat asik bersenda gurau antar satu sama lain. Ternyata kerumunan orang itu adalah para pengguna jalan yang sedang singgah dan menikmati santap buka khas kaki lima yang dibagikan secara cuma-cuma oleh para pedagang meja dadakan.

Terlihat sebagian orang berdiri sambil berbicara. Ada yang duduk di bangku-bangku yang disediakan oleh pedagang, ada pula yang duduk di trotoar jalan beralaskan kertas bungkus. Pemadangan indah nan ramah yang mungkin tidak bisa saya temukan di bulan-bulan lain.

Masih di tengah kerumunan tumpukan kedaraan yang bising, tidak jauh dari jajaran pedagang itu, terlihat sepasang suami istri yang dengan cekatan membagikan nasi kotak kepada para pengendara yang melaintas. Tampak wajah semeringah si pemberi dan penerima. Suasana itu membuat senja merah Ramadhan semakin ramah.

Senja singkat saya di persimpangan itu memberikan pelajaran berharga. Betapa Ramadhan bukan saja soal ibadah spiritual, tapi juga ibadah sosial, yang seringkali kita lupa. Karena ganjaran pahalanya tidak termaktub dalam dalil.

Senyum ramah, welas asih, saling berbagi adalah sisi lain yang kita lupa, bahwa mensucikan hati bukan hanya perkara spiritual, tapi juga sosial.

Saking  menikmati senja ramah itu saya lupa bahwa saya pun belum berbuka. Sambil membaca doa berbuka saya pun menelan ludah yang menjadi santap buka saya di tengah kerumunan kendaraan. Sambil tersenyum dan menegadahkan wajah saya berkata lirih, ”Sungguh indah nan ramah senja RamadhanMu, Tuhan”.

Lampu lalu lintas itu pun berganti hijau, saya pacu kembali kuda besi saya.

Fawakih