Perlukah Indonesia Menjadi Negara Islam?

Perlukah Indonesia Menjadi Negara Islam?

Usulan negara Islam bagi Indonesia memang bukan isu yang baru dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia. Jelas saja, Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam seharusnya menjadikan Islam sebagai agama dan konstitusi negara. Namun pada kenyataannya Islam tidak secara simbolik dijadikan sebagai agama dan dasar negara, melainkan Pancasila.

Perumusan Islam sebagai dasar negara memang telah santer pada saat BPUPKI merumuskan dasar negara Indonesia. Pada 22 Juni 1945 dirumuskanlah Jakarta Charter atau yang biasa disebut Piagam Jakarta. Pada sila pertama disebutkan “Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya”.

Namun sila pertama tersebut mendapat penolakandari penganut agama Kristen dan Protestan khususnya mereka yang berada di wilayah Indonesia Timur. Mereka menganggap hal tersebut sebagai diskriminasi agama minoritas. Bahkan mereka mengancam akan memisahkan diri apabila sila tersebut tetap dipertahankan.

Menjelang rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan (PPKI) Indonesia keberatan tersebut disampaikan kepada tokoh-tokoh Islam, yaitu, Wahid Hasyim, Ki Bagus Hadikusumo, Kasman Singodimejo, dan Teungku Muhammad Hasan. Akhirnya tokoh-tokoh Islam berlunak hati untuk menghapuskan sila tersebut. Dan kemudian diusulkan diganti dengan sila yang berbunyi “Ketuhanan yang maha esa” oleh Ki Bagus Hadikusumo.

Bila kita melihat sepintas perjalanan sejarah di atas, begitu bijaknya para tokoh-tokoh Islam dalam melegowokan Islam sebagai dasar negara demi kesatuan bangsa. Walaupun di sisi lain ada tokoh-tokoh yang tidak setuju dengan keputusan tersebut. Salah satunya adalah Kartosoewirjo yang kemudian membelot dan mendirikan DI/TII. Bahkan tuntunan menjadikan Islam sebagai agama dan dasar negara terus berlangsung hingga pemerintahan Suharto.

Memang peranan Islam dalam membangun dan mempersatukan bangsa ini tidak bisa dielakkan. Sejak masa pergerakan saja terbukti melalui Syarikat Islam berbagai masyarakat Indonesia yang dipisahkan oleh pulau-pulau dapat bersatu di bawah panji Islam. Sehingga peranan Islam dalam mempersatukan bangsa ini tidak dapat dikesampingkan.

Namun memang tidak dapat dipungkiri bahwa, Indonesia adalah negara yang heterogen. Meskipun Islam agama yang dominan di Indonesia , namun umat Islam itu sendiri tidak dapat secara sepihak mendeklarasikan Islam sebagai agama negara dan dasar negara. Pun jika hal tersebut dipaksakan yang terjadi adalah disintegrasi dan perpecahan.

Indonesia bukanlah negara Islam namun juga bukan negara sekular. Indonesia adalah negara netral agama dan mendukung tumbuh suburya agama di tanah pertiwi ini.  Jargon tersebutlah yang kerap kali digaungkan pada masa orde baru.

Memang hingga kini belum ada proto type negara Islam yang dapat menjadi percontohan. Sehingga konsep negara Islam pun belum menjanjikan akan sebuah kedamain dan kesejahteraan di suatu negara. Dalam sejarah Islam Rasulullah sendiripun tidak mencontohkan pembentukan negara (citiystate) yang berdasarkan agama Islam. Melainkan menjadikan Madina Carter sebagai dasar negara.

Meskipun Indonesia tidak menjadikan Islam sebagai dasar negara namun hukum-hukum dan nilai-nilai kesilaman telah diadopsi dalam berbagai perudangundangan. Misalkan saja negara ikut turut serta dalam mengatur perudangan-undangan mengenai zakat, perkawinan, wakaf, sekolah Islam (Madrasah) dan Bank Syari’ah.

Memang secara simbolik Islam tidak disebutkan sebagai dasar negara. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa dasar negara dan perundang-undangan yang ada di Indonesia merupakan cerminan dari nilai-nilai keislaman. Singkatnya Indonesia memang tidak menggunakan simbol-simbol keislaman dalam negara, namun esensi (nilai-nilai) Islam yang hakiki sesungguhnya telah dianut oleh bangsa ini.

Hemat penulis bahwa, menjadikan Islam sebagai dasar negara tidaklah begitu urgent. Yang terpenting adalah menjalankan dan menyisipkan nilai-nilai keislaman dalam perundang-undangan dan setiap tindak-tanduk dalam bermasyarakat.

Hal ini senada dengan apa yang dikatakan oleh Cendikiawan Muslim, Ahmad Syafii Ma’arif. Ia mengatakan bahwa “Sebutan negara Islam untuk Indonesia yang plural tidak lagi diperlukan. Yang terpenting, moral Islam dapat menyinari masyarakat luas melalui perkawinan perangkat hukum Islam dengan sistem hukum nasional melalui proses demokratisasi”.

Wallahu’alam Bishawwab.