Islamisasi dan Futuh

Islamisasi dan Futuh

Islamisasi atau proses pengisalaman merupakan kegiatan menkonversi keyakinan dari seorang yang berkeyakinan nonislam menjadi Islam. Islamisasi dalam kebanyakan kasus biasanya terjadi secara sukarela tanpa paksaan. Dalam sejarah Islam memang beberapa kasus masuknya Islam ke beberapa wilayah memang erat kaitannya dengan militer. Sehingga citra Islamiasi erta dikaitkan dengan aneksasi akidah yang dilakukan secara paksa. Meskipun pada kenyataanya Islamisasi tidak selalu berhubungan dengan militer. Karena menjadi Islam merupakan ranah keyakinan yang tidak bisa dipaksakan.

Maka dari itu kita perlu membedakan antara proses penakhlukan (futuh) dengan Islamisasi atau intisarul Islam. Memang tidak bisa dipungkiri bahwa masuknya Islam kebeberapa wilayah seperti di Asia Selatan, China, Afrika Utara, Sub-Sahara Afrika, dan Asia Tengah tidak terlepas dari peran militer. Namun perlu ditekankan bahwa motif futuh tidak selalu selaras dengan Islamisasi.

Kebanyakan kasus futuh motifnya adalah perluasan kekuasaan untuk memperolah pajak (jizyah) dari negeri takhlukan. Karena faktanya pasca ditakhlukan negara-negara tersebut tidak lantas serempak memeluk Islam. Namun secara politik dan ekonomi wilayah tersebut terikat oleh wilayah penakhluk. Hal tersebut menjadi fakta bahwa motif futuh bukanlah menyebarkan nilai-nilai Islam.

Berbeda dengan futuh, proses Islamisasi memang biasanya terjadi sangat demokratis dan tidak selalu diawali dengan proses penakhlukan. Sebagai contoh Islamisasi yang dilakukan nabi Muhammad pada masa awal Islam. Nabi tidak pernah melakukan paksaan pada proses dakwahnya. Bahkan ketika Nabi berhasil menjadi pemimpin Madinah Ia tetap demokratis dan tidak memaksakan Islam pada pemeluk keyakinan lain. Hal ini tercermin jelas pada pasal-pasal yang ada di dalam Piagam Madinah.

Atau contoh lain Islamisasi yang terjadi di Asia Tenggara seperti di Indonesia, Malaysia, Kamboja, Filipina, dan beberapa negara lain di Asia Tenggara. Islamisasi yang terjadi pada kasus tersebut memang diistilahkan dengan peace penetration (Islamisasi secara damai). Maka dari itu penulis membedakan antara futuh dan Islamisasi. Meskipun tidak dipungkiri bahwa proses futuh juga menjadi pembuka jalur masuknya Islam.

Islamisasi biasanya diakukan dengan cara dakwah tersirat maupun terang-terangan, jalur silang budaya atau perkawinan. Namun memang yang paling penting dari proses Islamisasi adalah masuknya nilai-nilai Islam kedalam sebuah kebudayaan masyarakat yang sudah ajeg. Dalam kebanyakan kasus Islamisasi di Nusantara ,memang Islam tidak secara revolusioner mengubah nilai-nilai yang sudah ada. Nilai-nilai Islam lebih banyak meresap kedalam relung-relung kebudayaan masyarakat yang sudah solid tanpa menghapuskan kebudayaan sebelumnya.

Terdapat beberapa faktor suksesi Islamisasi diluar doktrin taufik dan hidayah. Di antaranya adalah peran mubaligh. Muballigh atau pendakwah menjadi pioner utama suksesi Islamisasi di tanah Nusantara. Krakteristik dakwah mereka yang toleran dan akomodatif terhadap budaya lokal menjadikan Islam mudah diterima. Para Muballigh yang terdiri dari para guru sufi telah membuktikan bahwa penyampaian nilai-nilai keislaman tidak melulu harus melalui cara paksaan dan kekuatan militer. Selain itu nilai-nilai universal, egaliter, dan kesetaraan yang ada dalam Islam juga menjadi magnet tersendiri dalam proses Islamisasi.

Penulis ingin menekankan pembedaan antara futuh yang erat kaitannya dengan penakhlukan dengan Intisarul Islam yang merupakan penyampaian nilai-nilai Islam secara damai. Futuh memang tidak dapat dihapuskan dari masa lalu Kekhilafahan Islam. Namun perlu diketahui pula bahwa hal tersebut lebih banyak karena motif politik dan ekonomi yang didorong oleh semangat kabilah atau kesukuan. Hemat penulis hal tersebut penting diluruskan, karena banyak umat Islam yang dengan bangganya menjadikan futuh atau penakhlukan sebagai tolok ukur kebesaran Islam dan kesuksesan Islamisasi. Padahal antara futuh dan Islamisasi tidak ada kaitannya.

Pada masa selanjutnya futuh menjadi pembuka pintu gerbang Islamisasi memang tidak dapat dielakan. Namun Islamisasi itu sendiri tidak berkaitan dengan proses futuh. Nabi Muhammad telah menjadi contoh terbaik Islamisasi pada masa awal Islam. Begitupun Islamisasi dalam kasus Asia Tenggara. Hal tersebut telah menjadi bukti bahwa Islam dapat tersebar secara efektif dan permanen tanpa melalui proses paksaan. Maka dari itu ada baiknya kini kita mulai membedakan antara proses penakhlukan dan Islamisasi. Sehingga citra nilai Islam yang hakiki tidak ternodai dengan birahi manusia yang tamak akan kekuasaan.


Wallahu’alam Bishawwab