UIN dan IAIN Kampus Liberal ?

UIN dan IAIN Kampus Liberal ?

UIN dan IAIN satu dekade belakangan tengah digemborkan dengan isu pemikiran liberal. Yang pasti isu ini sangat mempengaruhi maindset para calon mahasiswa yang ingin melanjutkan studinya keperguruan tinggi Islam sepert UIN dan IAIN. Bahkan UIN Jakarta harus repot-repot memberikan sosialisasi keberbagai plosok daerah untuk mempopulerkan nama UIN Jakarta yang tengah dikontaminasikan dengan isu liberal. Liberalism yang bersandangkan dengan nama UIN dan IAIN seakan menjadi momok yang menakutkan bagi stiap calon mahasiswa.

Saya berkeyakinan jika setiap calon mahasiswa yang menakuti kata liberal itu belum atau bahkan tidak fasih mendefinisikan kata liberal. Atau bahkan maindset liberal yang mereka pendam merupakan provokasi dari orang-orang atau bahkan guru-guru mereka ketika berada dalam jenjang pendidikan menengah atas. Kalau seperti itu nyatanya, mirislah UIN dan IAIN yang tengah dikontaminasikan dengan istilah liberal.

Suatu pagi saya membaca artikel dalam surat kabar online Suara Islam edisi 23 Agustus 2015, di dalamnya terdapat artikel yang sebenarnya judulnya tidak terlalu mencolok, yakni, “Mengapa Tidak Kuliah di Kampus Berlabel Islam ?” ditulis oleh Faradisa Aldina Rahma. Namun kontennya cukup membuat saya kaget. Karena didalamnya saudara Farida menyatakan bahwa 10 tahun belakangan UIN dan IAIN tengah dilanda pemikiran liberal. Bahkan ia menambahkan analisa bahwa pemikiran liberal tersebut disemaikan oleh oknum dosen baik lulusan dalam dan luar negeri, melalui seminar, bedah buku, dan kuliah tamu.

Lebih lanjut saudara Faradisa menambahkan bahwa keliberalan UIN dan IAIN dikarenakan di UIN diajarkan hermeneutika. Tidak sampai di situ, saudara menambahkan bahwa pengakuan beberapa tokoh UIN terhadap keislaman kaum Syi’ah, al-Qur’an produk budaya, dan pluralisme agama menjadi produk keliberalan UIN. Ada yang menarik dari yang saudari Farida katakan, yakni darimana semua analisa yang saudara dapatkan sehingga saudara bisa menganalisa sedemikian jauh kemudian menyimpulkan bahwa UIN dan IAIN dilanda gelombang pemikiran liberal?. Bahkan anda berani mengatakan bahwa penyemaian benih keliberalandisebarkan oleh oknum dosen, melalui seminar, bedah buku, dan kuliah tamu ?.

Menarik sekali saudara menganalisa lebih jauh mengenai faktor penyebab UIN dilanda glombang liberal. Namun pertanyaan yang timbul apakah saudara pernah merasakan kuliah di UIN ?, Apakah saudara pernah mendatangi seminar penyemaian bibit keliberalan ?, apakah saudara pernah menghadiri acara bedah buku yang didalamnya disemaikan benih liberal ?, dan apakah saudara pernah menghadiri kuliah dosen tamu yang didalamnya disemaikan benih liberal ?. Atau bahkan analisa tersebut merupakan analisa yang saudara kutip dari orang lain tanpa saudara mengalaminya sendiri. Atau bahkan statement tersebut merupakan provokasi dari orang tua, sahabat, teman sejawat, atau bahkan guru sehayat ?. Saya fikir pertanyaan counter attack itu harus saudara selesaikan.

Lebih jauh saudara memaparkan bahwa hermeneutika, pengakuan keislaman syi’ah, al-Qur’an produk budaya, dan pluralisme agama adalah hal menjadikan UIN dan IAIN sebagai tempatnya liberal. Saya tidak mengelak bahwa di UIN diajarkan apa yang saudara paparkan. Namun pertanyaannya batasan mana yang mengatakan bahwa jikalau mempelajari dan mengakui hal tersebut tergolong kedalam pemikiran liberal ?. Adakah batasan-batasan di mana kita dapat dikatakan liberal. Apakah kita menjadi liberal kalau mempelajari hal tersebut. Apakah kita dikatakan liberal ketika bersikap keritis terhadap agama. Apakah kita dikatakan liberal jika kita mulai meninggalkan sholat. Apakah kita dikatakn liberal jika mengatakan bahwa Syi’ah dan Ahmadiyah Islam. Apakah kita dapat dikatakan liberal apabila menjunjung tinggi pluralisme. Saya fikir batasan-batasan keliberalan tersebut belum final. Bisa jadi hal tersebut merupakan kealergian beberapa golongan terhadap kemajuan-kemajuan yang ditawarkan oleh UIN dan IAIN. Namun yang sangat disayangkan adalah statemen sudara yang memberikan batasan-batasan terhadap keliberalan UIN dan IAIN.

Terdapat beberapa tokoh-tokoh UIN yang memang  dimasukan menjadi tersangka liberal dalam buku 50 Tokoh JIL Indonesia karya Budi Handrianto. Namun saya fikir hal tersebut tak lantas membuat UIN dan IAIN dapat dicap sebagai gudang liberal. Saya fikir buku tersebut juga belum ajeg memaparkan dan memberikan batasan yang jelas mengenai keliberalan Islam tokoh tersebut. Sehingga perlu diskusi lebih lanjut. Jangan-jangan tokoh yang dileberalkan tersebut lebih islamis dan sholeh dari pada kita ?.

Saya tidak mengkritisi minat saudara memasuki perguruan tinggi negeri umum. Silahkan saja, saya fikir hal tersebut pilihan nurani. Namun mengatakan bahwa UIN dan IAIN dilanda pemikiran liberal menjadi statement yang nampaknya akan memengaruhi bagi setiap mereka yang ingin menjajaki kakinya di UIN dan IAIN. Karena stetment saudara tidak berdasarkan fakta yang kuat. Yang saya takuti adalah hal tersebut dapat memengaruhi maindset orang lain. Dan mirislah UIN dan IAIN dengan sandangan keliberalannya.

Setiap fakultas di UIN menyajikan ilmu pengetahuan dengan keahlian yang berbeda-beda. Dari ilmu agama, humaniora, sosial, jiwa, alam, kesehatan, pemikiran, dan komunikasi. Hal tersebut membuktikan  bahwa orientasi UIN dan IAIN bukan hanya dalam bidang keagamaan. Namun berusaha menjadikan agama sebagai landasan menuntut ilmu. Saya fikir di dalam rumpun-rumpun ilmu yang disajikan dalam setiap fakultas juga mengadopsi teori dan metodologi yang tidak pure diciptakan oleh sarjana Muslim. Namun hal tersebut bukan berarti UIN dan IAIN imune terhadap kemajuan-kemajuan yang diciptakan oleh orang-orang di luar Islam. Bahkan hal tersebut menjadi ruang dialog antar peradaban yang dapat membawa kemajuan terhadap Islam sendiri.

Saya sendiri merupakan alumni UIN yang tengah empat tahun menimba ilmu di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Ketakutan orang tua saya sebelum saya masuk UIN Jakarta mirip seperti saudara, takut saya terliberalkan. Sejauh pengamatan saya selama kuliah di UIN Jakarta tidak saya temukan identifikasi-identifikasi penyemaian liberalisme. Yang ada adalah pemikiran komparatif atau perbandingan. Sehingga sifatnya adalah menyajikan beberapa pilihan alternatif, yang kemudian kitalah yang menentukan. Bukankah itu demokratis ?. Kalau batasan liberal saya kira masih samar, namun kalau kafir atau tidak saya fikir jelas. Kalau saudara katakan UIN dan IAIN kafir mungkin lebih mudah mengidentifikasinya. Karena batas kafir atau tidak sudah tertera dalam sunnah dan al-Qur’an. Jadi statment keliberalan UIN dan IAIN nampaknya harus saudara rumuskan lebih jelas. Sehingga keliberalan UIN dan IAIN bukan sekedar tuduhan. Wallahu’lam Bishawwab



Dirga Fawakih
25 Agustus 2015