Sejarah, Nasionalisme, dan Pembentukan Karakter
Sejarah menjadi ilmu yang selalu setia mengiringi perjalanan hidup
manusia. Di mana manusia berada sejarah
selalu tercipta. Meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa sejarah hanya mengkaji
sisi-sisi unik dari perjalanan hidup sebuah peardaban manusia. Mempelajari
sejarah berarti mengingat masa lalu. Pengalaman sejarah cukup menjadikan
pembeda antar manusia dan makhluk lainnya, tukas Prof. Dien Madjid.
Sejarah memang hanya berbicara masa lalu dengan berbagai aspek yang
mengelilinginya. Namun sejarah memilki peran dan andil yang sebenarnya sangat sentral dalam sebuah
bangsa. Hingga kini sejarah terus ditulis, baik oleh sejarawan maupun para
penggiat sejarah. Sejarah selalu menjadi konsumsi yang tak jua menuntaskan
dahaga para pembacanya. Hal tersebut cukup membuktikan bahwa sejarah itu
penting.
Kegunaan dan peran sejarah dalam kehidupan manusia memang selalu
dipertanyakan. Terkadang sejarah diajarkan hanya sekelebat lalu sebagai
formalitas saja. Tanpa memahami secara mendalam apa kiranya esensi dari
mempelajari sejarah. Dalam teorinya, mempelajari sejarah dapat mengembangkan
keperibadian bagi setiap yang bersedia merenungi dan mengambil hikmahnya.
Singkatnya sejarah dapat menjadikan manusia sebagai makhluk yang lebih arif.
Dien Madjid mengatakan bahwa mempelajari sejarah akan membangkitkan
kesadaran masyarakat dalam keterkaitanya dengan manusia lain. Baik kesadaran
sosial dalam lingkup yang kecil seperti keluarga dan masyarakat. Maupun
kesadaran sosial yang lebih luas lagi seperti bernegara dan berbangsa. Dengan
melihat segala persamaan dan perbedaan melalui kesadaran sosial tersebut, kita
dapat melihat potensi dari segala perbedaan dan persamaan yang timbul. Selain
itu sejarah selalu menginspirasikan setiap pembacanya, baik melalui kisah-kisah
keteladana maupun kepahlawanan. Sehingga sejarah mengemban sebagian peran dalam
menumbuhkan benih-benih nasionalisme sebuah bangsa. Tanpa sejarah manusia tidak
akan mengetahui jati diri bangsanya.
Sejarah sebagai sebuah materi pelajaran sekolah hampir tidak pernah
absen, baik pada tingkat sekolah dasar, menengah pertama, maupun menengah atas.
Terkadang materi sejarah berdiri sendiri sebagai sebuah mata pelajaran, namun
terkadang tergabung dalam materi pelajaran lain dalam satu mata pelajaran. Pada
tingkat sekolah dasar dan menengah pertama misalnya sejarah hanya menjadi
bagian dari pelajaran IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial). Sedangkan pada tingkat
sekolah menengah atas sejarah berdiri menjadi satu mata pelajaran yang utuh.
Singkatnya mata pelajaran sejarah hanya ditekankan pada tingkat sekolah menengah
atas.
Salah satu fungsi dan tujuan mempelajari sejarah adalah menumbuhkan
jiwa nasionalisme atau kecintaan terhadap tanah air. Tak terkecuali bangsa
Indonesia. Sejarah kerap dijadikan agen untuk mengantarkan ibrah dari peristiwa
masa lalu pada manusia yang hidup di masa depan. Melalui sejarahlah seorang
tahu bagaimana sebuah bangsa dibentuk, dengan dasar apa dibentuk, motif yang
mendorong pembentukaannya, siapa saja yang membentuknya, dan tujuan
pembentukannya. Sejarahlah yang memiliki peran sentral menyampaikan nilai-nilai
masa lalu tersebut. Sehingga pesan yang disampaikan melalui peristiwa tersebut
dapat hidup dan terus tumbuh di dalam hati masyarakat. Dan hasil akhirnya
adalah menumbuhkan kesadaran cinta tanah air bagi setiap pembacanya. Hal
tersebutlah menurut penulis yang menjadi salah satu urgensi mempelajari sejarah
dan manfaatnya terhadap penyuburan jiwa nasionalisme sebuah bangsanya. Mustahil
orang dapat mencintai negaranya dan bangsanya tanpa mempelajari sejarah dan
jasa-jasa para pahlawannya.
Namun yang sangat disayangkan adalah tujuan-tujuan sejarah yang
tidak tercapai dengan baik. Pelajaran sejarah belum dapat menjadi agen pembawa
kisah masa lalu yang kemudian dapat menumbuhkan kesadaran berbangsa dan cinta
tanah air. Seperti yang penulis paparkan di atas, salah satu dari sekian banyak
tujuan sejarah adalah menumbuh kembangkan jiwa nasionalisme atau kecintaan terhadap
tanah air. Namun tujuan mempelajari sejarah tersebut nampaknya belum
mendapatkan capaian yang maksimal. Jiwa nasiolnalisme yang menjadi target
capaian masih tertutupi dengan ideologi-ideologi perimordial baik yang bersifat
keagamaan, kesukuan, etnis dan sebagainya. Sehingga kecintaan berbangsa
Indonesia masih dikesampingkan. Foktor penyebabnya adalah ketidak maksimalan
mata pelajaran sejarah dalam memberikan gambaran masa lalu yang dapat menumbuh
kembangkan kecintaan berbangsa dan bernegara Indonesia. Meskipun memang
pastinya terdapat faktor lain di luar sejarah.
Sejarah seakan menjadi mata pelajaran formalitas pelangkap saja.
Karena menjadi pecinta pelajaran sejarah tak membuat seorang siswa dapat
dikatakan sebagai anak pintar. Sejarah laksana angin yang berhembus dan berlalu
begitu saja tanpa memberikan kesjukan hati bagi setiap pembacanya. Kalau
pelajaran sejarah saja belum dapat hidup di dalam hati setiap yang
mempelajarinya, bagaimana sejarah dapat menumbuhkan jiwa nasionalisme
berbangsa. Sedangkan permasalahan yang kecil saja belum dituntaskan oleh mata
pelajaran sejarah dan para agen penggiatnya.
Memang hampir semua lini memiliki andil kesalahan. Baik dari segi
materi yang disampaikan terlalu panjang dan membosankan. Belum lagi banyaknya
angka tahun peristiwa dan nama tokoh yang harus diingat oleh siswa. Hal
tersebut sudah membuat seorang siswa segan untuk membaca buku pelajaran
sejarah. Bisa saja oknum guru yang tidak memilki metode penyampaian yang baik
dan menyenangkan menjadi salah satu penyebabnya. Atau bahkan ada faktor lain
yang menjadi tujuan sejarah dalam menumbuhkan jiwa nasionalisme terhadap
Indonesia tidak tersampaikan dan terserap dengan baik. Atau bahkan terdapat
faktor di luar sejarah yang sengaja menganaktirikan sejarah. Maka dari itu
perlu kiranya menelisik lebih jauh mengenai permasalahn-permasalahan yang
timbul. Agar kelak pelajaran sejarah pada jenjang sekolah menegah tidak hanya
menjadi formalitas mata pelajaran pelangkap yang dijelaskan sekelebat lalu dan
hilang begitu saja. Penulis fikir ini dapat menjadi lahan kajian bagi mereka
yang ingin meneliti mengenai minat siswa terhadap pelajaran sejarah di sekolah.
Memang sejatinya sejarah tidak melulu harus ditransfer melalui mata
pelajaran. Karena melalui mata pelajaran sejarah biasanya siswa hanya
disampaikan dan dituntut untuk memahami aspek formal mata pelajaran sejarah.
Dan masih berorientasi untuk menjawab soal ujian yang sudah dibakukan. Untuk
mengatasi hal ini penulis rasa peran keluarga dalam menumbuhkan kesadaran
sejarah juga menjadi hal yang cukup penting. Diawali dengan memperkenalkan
sejarah keluarga berlanjut pada sejarah bangsa, bahkan sejarah dunia. Sejarah kerap kali
dianaktirikan jika menyangkut pembentukan karakter. Orang jarang memusatkan
perhatian pada peranan sejarah pada masa pembentukan karakter anak. Jarang
sekali orang tua yang dengan sengaja menceritakan sejarah keluarga. Memberikan
kilasan masa lalu keluarga dalam berbagai aspek. Baik menyangkut perjalanan
karier keluarga, silsilah keluarga, bahkan penyakit turunan. Hal ini penulis
rasa penting untuk memberikan pemahaman mengenai urgensi mempelajari sejarah
pada tingkat keluarga. Sejarah sebenarnya juga bisa dikemas dalam bentuk
rekreasi. Seperti mendatangi museum, situs-situs bangunan bersejarah dan lain
sebagainya. Masyarakat Indonesia masih belum sadar akan pentingnya mendatangi
museum. Kebanyakan masyarakat Indonesia masih lebih tertarik mendatangi
tempat-tempat wahana hiburan, maal, dan beberapa rekreasi hedonis lainnya.
Sementara museum-museum ramai didatangi oleh turis asing yang malahan lebih
giat mempelajari identitas bangsa kita melalui museum. Sungguh ironis bukan?.
Ada yang mengatakan bahwa sejarah bagaikan cermin. Sejarah akan
menampilkan wujud masa lalu baik itu positif ataupun negatif. Tujuannya
bukanlah untuk melegitimasi kebesaran sebuah golongan atau mendeskriditkan
golongan lain. Namun agar kita dapat mengambil ibrah atau pelajaran dari masa
lalu baik itu positif maupun negatif. Ada pepatah bijak yang mengatakan bahwa
“orang bijak adalah orang yang bersedia belajar dari sejarah”. Kalau kata
Sukarno “Jasmerah, jangan sekali-kali melupakan sejarah”. Betapa pentingnya
sejarah sampai-sampai Sukarno membuat jargon tersebut.
Bangsa ini tidak akan menjadi bangsa yang kokoh jika penduduknya
tidak mempelajari sejarah bangsanya dan tidak muncul kesadaran terhadap
pentingnya mempelajari sejarah. Bahkan jargon “bangsa yang besar adalah bangsa
yang menghargai jasa para pahlawannya” tidak mungkin mungkin bisa terealisasi
jika kita tidak mempelajari sejarah. Dari mana kita bisa menghargai jasa
seorang pahlawan kalau kita tidak mengenalnya dan tidak mengetahui sepak
terjangnya. Bahkan untuk menghargai saja perlu belajar sejarah. Hal tersebut
lagi-lagi makin menguatkan urgensi mempelajari sejarah. Dengan mempelajari
sejarah penulis berkeyakinan akan menumbuhkan dan menguatkan karakter pemuda
bangsa yang lebih kokoh dan beradab. Karena pelajaran masa lalu selalu aktual
untuk dijadikan renungan masa depan. Wallahu’alam