Belajar dari Dari Penanganan Pengungsi Indocina, Indonesia Mampu Selesaikan Permasalahan Pengungsi Rohingya

Belajar dari Dari Penanganan Pengungsi Indocina, Indonesia Mampu Selesaikan Permasalahan Pengungsi Rohingya


sumber gambar: http://www.huffingtonpost.com/ 

Indonesia bukan kali ini saja menjadi destinasi pelarian para imigran. Bahakan pada tahun 1978-1979 Indonesia didatangi ramai-ramai oleh pengungsi Indocina. Pada awal tahu 1979 jumlahnya berkisar 40.000 pengungsi. Mereka sebagian besar berasal dari Vietnam, dan terdapat sebagian kecil yang berasal dari Kamboja. Mereka merupakan korban pergolakan politik dinegaranya. Rakyat Vietnam yang melarikan diri merupakan korban dari incaran Partai Komunis yang kala itu berhasil merebut Vietnam Selatan dari Amerika Serikat pada tahun 1975. Sedangkan rakyat Kamboja yang melarikan diri ke Indonesia merupakan korban diskriminasi dari rezim komunis Khmer Merah, di bawah Pol Pot yang berkuasa antara tahun 1975-1979. 

Untuk menangani para pengungsi tersebut, Indonesia membentuk Panitia Pengelola Pengungsi Vietnam atau P3V. Pembentukan P3V bertujuan untuk menangani jumlah pengungsi Indocina yang kian hari kian bertambah. Maka dari itu perlunya campur tangan pemerintah Indonesia agar permasalahan tersebut tidak meluas. Oleh pemerintah Indonesia kala itu para pengungsi atau yang akrab disapa manusia perahu ditempatkan di tiga pulau, yakni pulau Galang, Bintan, dan Jemaja. Tempat tersebut dipilih berdasarkan kriteria geografis dan jumlah penduduk Indonesia yang menetap di sana. 

Dengan pertimbangan kemanusiaan, Indonesia menjadi salah satu negara yang membuka diri untuk menampung sementara para pengungsi tersebut. Dengan catatan Indonesia tidak menerima para pengungsi tersebut menetap di Indonesia. Indonesia hanya bersedia menjadi tempat penampungan sementara para pengungsi sampai mereka disalurkan kenegara ke tiga atau dikembalikan ke negara asal.Bersama PMI, UNHCR dan berbagai organisasi nonprovit, indonesia berusaha untuk menangani para pengungsi selama 17 tahun. Waktu tersebut bukan merupakan waktu yang singkat, butuh kesabaran dan manajmen yang baik dalam mengurusi permasalahan tersebut. 

Menerima para pengungsi dari negara lain merupakan dilema berat yang harus di hadapi Indonesia di tengah permasalahan ekonomi yang membelit Indonesia. Hal tersebut juga berpotensi menimbulkan protes dan kecemburuan dari rakyat Indonesia yang banyak dari mereka belum memperoleh kesejahteraan. Belum lagi masalah konflik yang akan timbul antar pengungsi dan masyarakat lokal. Namun hal tersebut tidak menyurutkan niat Indonesia untuk membuka diri membantu para pengungsi negara lain. Hanya dengan alasan yang sangat sederhana yakni “kemanusiaan” Indoneisia mengulurkan tangan untuk membantu para manusia perahu. 

Kini indonesia kembali didatangi oleh para pengungsi Rohingya yang berasal dari Myanmar. Tercatat etnis Rohingya merupakan etnis paling menderita sedunia. Mereka melarikan diri akibat tekanan dari Junta Militer dan diskriminasi etnis dan agama. Mereka yang melarikan diriterombang ambing selama bermingu-minggu di lautan dengan kekurangan makanan dan krisis kesehatan. Sampai akhirnya mereka ditemukan oleh nelayan Aceh yang kemudian membawanya ke daratan. Meskipun belum ada intruksi resmi dari pemerintah, namun rakyat Indonesia tetap menunjukan kebesaran hati mereka untuk menolong para pengungsi Rohingya tersebut.Padahal sebelumnya mereka sempat diusir oleh pemerintah Thailand dan Malaysia. Kemudian para pengungsi ditangani oleh pemerintah Aceh. 

Lagi, Indonesia hanya memiliki satu alasan menolong para pengungsi tersebut, yakni kemanusiaan. Tidak ada pertimbangan agama, etnis, atapun lainnya. Hal tersebut juga senada dengan yang dipaparkan oleh Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo. Indonesia bersedia menampung para pengungsi, namun tidak mengizinkan mereka menetap di Indonesia. Mengingat memamg penduduk Indonesia yang semakin hari semakin bertambah dan berbagai permsalahan kesejahteraan yang terus melanda. 

Belajar dari sejarah, Indonesia mampu menyelesaikan masalah tersebut. Mengingat pola-pola kasusnya serupa dengan peristiwa pengungsi Indocina pada tahun 1979. Indonesia sebenarnya bisa saja membentuk Panitia pengenanganan Pengungsi Rohingya atau P3R yang bersifat sementara. Dengan mengerahkan Pemda Aceh, TNI, PMI, dan organisasi filantropi, serta organisasi PBB yang menangani masalah pengungsi, UNHCR. Sambil menununggu keputusan rapat yang diadakan empat negara, yakni Indonesia, Thailand, Malaysia, dan Myanmar. Hal tersebut berguna untuk lebih memperhatikan para pengungsi dari berbagai aspek, baik aspek kebutuhan hidup, maupun kesehatan. Sebelum akhirnya mereka disalurkan ke negara ke tiga atau dikembalikan ke tepat asal. Namun Indonesia perlu nampaknya melakukan skrining terhadap para pengungsi, mengingat banyak di antara pengungsi yang menyelinap dengan memanfaatkan kondisi tersebut. Terutama para pengungsi asal Banglades. Memang kondisi seperti ini banyak dimanfaatkan oleh para oknum. Begitupun yang terjadi pada peristiwa pengungsi Indocina tahun 1979.

 Dirga Fawakih