Selingkuh untuk Cinta yang Lebih Baik?


Sumber gambar: https://timesofindia.indiatimes.com/



Selingkuh tidak terlepas dari fitrah manusia yang ingin memiliki lebih banyak cinta dan ingin dicintai lebih banyak. Tidak  bisa dipungkiri bahwa cinta memiliki titik jemu. Setiap orang harus terus berinovasi dan menyegarkan komunikasi agar hubungan yang dibangun terus terawat. Hal ini tentuh susah, susah, susah, karena godaan dalam merawat hubungan akan terus ada sepanjang hubungan itu ada.


Setiap orang selalu punya argumentasi sendiri untuk membenarkan perselingkuhan. Seringkali mengkambinghitamkan puber kedua. Padahal perselingkuhan tidak semata dorongan bilogis, namun banyak sekali faktor eksternal yang justru melatarinya.


Perselingkuhan biasanya didorong atas dasar pencarian fantasi baru yang mungkin belum didapatkan dari hubungan sebelumnya. Mungkin juga disebabkan karena kegagalan membangun komunikasi, sebagian lainnya karena ketidakpuasan biologis, dan mungkin sedikit karena faktor ekonomi.


Yang juga biasa terjadi terkadang seseorang tidak terasa telah membangun kedekatan komunikasi dengan lawan jenis yang bukan pasangan mereka. Mereka terlalu nyaman dalam berbagi privasi, dan menjaga intensitas komunikasi yang dianggap biasa. Hal ini yang kadang tidak terasa menjerumuskan orang pada jurang perselingkuhan.


Siapapun yang berani menangkap sinyal godaan bisa dimungkinkan akan terjerembab dalam perselingkuhan. Ditambah lagi adanya kesempatan yang membuat hasrat untuk memuluskan perselingkuhan semakin kuat. Karena tidak bisa dipungkiri, bahwa perselingkuhan adalah tantangan yang menyenangkan meskipun menggelisahkan.


Meskipun selingkuh adalah fitrah, tapi ada nilai moral yang kita bangun dan membatasinya. Ikatan pernikahan, dan keberadaan seorang anak biasanya akan menjadi pertimbangan moral yang sangat besar. 


Sebagian orang yang berani selingkuh mungkin tidak pernah berfikir untuk benar-benar menghancurkan hubungan yang mereka bangun sebelumnya. Karena secara sadar seseorang yang melakukan perselingkuhan sudah pasti telah terfikir dampaknya. Pilihannya adalah berani atau tidak.


Dalam sisi yang positif, meskipun berat, perih, dan sakit, perselingkuhan juga harus dipandang sebagai ujian kesetiaan. Tentu bagi mereka yang berhasil melewatinya, atau bahkan menghindarinya. 


Akan tetapi perselingkuhan tetap menjadi dosa yang  tidak termaafkan. Seperti Tuhan yang memberikan ganjaran dosa besar bagi hamba yang mempersekutukannya.

***