Logo Al-Irsyad Al-Islamiyah. Sumber Gambar: alirsyad.org
Al Irsyad Al-Islamiyyah merupakan
organisasi Islam yang usianya cukup tua. Al-Irsyad didirikan oleh Syaikh Ahmad
Surkati pada 6 September 1914. Syaikh Ahmad Surkati adalah seorang ulama kelahiran
Sudan yang lama bermukim di Haramayn. Pemikirannya banyak dipengaruhi oleh ide-ide
pembaharuan Muhammad Abduh.
Surkati datang ke Indonesia pada
tahun 1911 karena tertarik bergabung bersama Jami’at Kheir untuk menjadi salah
seorang pengajar. Di Jami’at Kheir (sekarang di wilayah Tanah Abang, Jakarta)
Surkati merupakan seorang ulama yang cukup disegani dan berpengaruh. Dan kerap
digadang sebagai gudangnya ilmu.
Syaikh Ahmad Surkati. Sumber: alirsyad.org |
Di Jami’at Kheir Surkati ternyata
memiliki perbedaan prinsip dengan para sayid, terutama mengenai persoalan keududukan
sayid dan habib. Golongan sayid dan habib kerap mendapat penghormatan yang
berlebih dari golongan Arab non sayid maupun masyarakat pribumi. Surkati
menganggap bahwa sandangan Sayid dan Habib tidaklah lebih dari sandangan seperti
mister atau tuan, dan tidak ada yang perlu diistimewakan dari sandangan
tersebut.
Perpecahan antara Surkati dan
Jamiat Kheir semakin santer ketika Surkati mengeluarkan pernyataan bahwa
seorang syarifah (wanita Arab keturunan Nabi) boleh menikah dengan seorang
laki-laki di luar golongan sayid. Seketika hal ini memunculkan kecaman dari
para golongan sayid dan habib, yang selanjutnya membuat hubungan Surkati dengan
para sayid dan habib di Jami’at Kheir merenggang dan menegang.
Keluarnya Surkati dari Jami’at
Kheir menjadi babak baru bagi perjalanan dakwah Islam Surkati di Indonesia.
Bersama dengan beberapa sahabat dan muridnya, Surkati mendirikan organisasi Jam’iyat
al-Islam wal Ersyad al-Arabiyah atau disingkat Al-Irsyad Al-Islamiyyah. Selanjutnya
Al-Irsyad berperan sebagai wadah (jami’ah) untuk mewujudkan cita-cita dakwah
Islam Surkati dan sahabatnya yang kebanyakan adalah para pedagang.
Pendirian Al-Irsyad dapat
dikatakan sebagai respon dari ketidakpuasan Surkati pada Jami’at Kheir yang
dinilainya terlalu kolot. Pemikiran Surkati yang egaliter dianggap mengancam
posisi para sayid dan habib yang kala itu sangat dihormati. Surkati ingin
mendobrak stratifikasi sosial kalangan sayid yang dianggapnya terlalu haus takzim.
Menurut Deliar Noer dalam bukunya
Gerakan Modern Islam di Indonesia
1900-1942, sejak awal pendirian Al-Irsyad dimaksudkan untuk berkhidmat
penuh pada dakwah Islam dan pendidikan Islam. Sistem pendidikan Islam yang
dianut oleh Al-Irsyad tergolong modern dengan menganut sistem kurikulum dan
kelas berjenjang, serta fasilitas pendidikan yang mengadopsi sistem model
barat. Sekolah-sekolah Al-Irsyad terbuka untuk umum, baik kalangan pedagang,
penghulu, anak-anak guru dan sebagainya.
Sejak berdirinya, dengan cepat
Al-Irsyad membuka cabang-cabang sekolahnya dibeberapa tempat, seperti di Tegal,
Pekalongan, Bumiayu, Cirebon, dan Surabaya. Kemudian menyusul pendirian
cabang-cabang lain di luar pulau Jawa seperti di Aceh, Lampung, Bangka, NTB dan
beberapa wilayah lainnya. Al-Irsyad memiliki peran penting dalam pergerakan
modern Islam pada awal abad 20 di Indonesia. Al-Irsyad juga turut berperan
penting dalam mempercepat kemerdekaan Republik Indonesia.
Meskipun didominasi oleh
mayoritas golongan Arab, sesungguhnya organisasi Al-Irsyad terbuka untuk umum. Namun
sayangnya organisasi ini tidak memiliki masa yang banyak. Sosialisasi yang
kurang masif dianggap menjadi sulitnya Al-Irsyad dalam menghimpun anggota. Al-Irsyad
kerap dianggap sebagai organisasi yang ekslusif untuk orang-orang Arab saja.
Miskipun berumur lebih tua dari
NU dan hampir seusia dengan Muhammadiyah, namun masanya tidak sebesar dua
organisasi arus utama tersebut. Perselisihan internal juga digadang-gadang menjadi
faktor penghambat organisasi ini untuk turut berkontestasi dengan organisasi
Islam arus utama.
Al-Irsyad merupakan salah satu
organisasi Islam moderat/wasatiyah (garis tengah) yang hingga kini masih
bertahan. Meskipun kegemilangannya tidak seperti pada masa Surkati, namun
keberadaannya hingga kini menjadi bukti bahwa Ormas ini konsisten mengabdi.
Al-Irsyad merupakan aset bangsa yang keberadaannya perlu dipertahankan. Bukan
mustahil organisasi ini dapat mengulang lagi kegemilangannya.
Tanggal 6 September 2016 lalu
genap 102 tahun Al-Irsyad mengabdi pada Indonesia. Tokoh-tokoh besar telah banyak
dilahirkan dari rahim ormas Islam wasatiyah ini. Tercatat tokoh-tokoh bangsa
yang terlahir dari rahim Al-Irsyad seperti Yunus Anis, Prof. Dr. Hasbi
Ashiddique, Kahar Muzakkir, Muhammad Rasjidi, Umar Hubeis, A.R Baswedan,
Tarmizi Taher serta beberapa tokoh lainnya.
Kebaradaan ormas Islam wasatiyah seperti
Al-Isryad kini sangat dibutuhkan bersamaan dengan maraknya paham radikal Islam
di Indonesia. Ormas Islam wasatiyah seperti Al-Irsyad dapat menjadi agen untuk
mencegah tumbuhnya radikalisme di Indonesia, karena dapat memberikan paham
Islam yang ramah, toleran dan demokratis. Sebagai sebuah organisasi Islam garis
tengah, Al-Irsyad mendukung Pancasila sebagai ideologi negara. Selain itu,
sejak awal Al-Irsyad juga tidak begitu tertarik dengan dunia politik.
Keberadaanya diabdikan penuh pada dunia dakwah Islam dan pendidikan.
Peran Al-Irsyad dalam dunia
pendidikan tidak bisa dikesampingkan. Ratusan institusi pendidikan di berbagai
tingkatan yang tersebar di seluruh penjuru Indonesia telah didirikan guna mencerdaskan
generasi bangsa. Selain itu berbagai
lembaga filantropi seperti lembaga amil zakat, rumah sakit, juga didirikan sebagai wujud pelayanan umat
dan aset amal usaha.
Namanya mungkin tidak sekaliber
NU dan Muhammadiyah, namun konsistensi pengabdian organisasi ini perlu
diapresiasi. Derap langkah organisasi ini masih gagah mengiringi perjalanan
bangsa. Seabad lebih sudah usia Al-Irsyad, besar harapan organisasi ini dapat
terus bertahan, mengembangkan diri dan terus menggaungkan paham Islam
wasatiyah. Berbagai permasalahan internal harus dikesampingkan, guna kembali
menyongsong cita-cita gemilang, agar Al-Irsyad dapat terus berkontribusi dan berkontestasi
dalam kebaikan, sehingga namanya tidak terlupakan.
Wallahu’alam Bishawwab
Dirga Fawakih