Nabi Muhammad Dihina?!, Untuk Apa Dibela
sumber gambar: http://www.islamtimes.org/
Belakangan penghinaan-penghinaan sedang santer dilakukan para oknum yang nampaknya sedang frustasi mencari jalan menjatuhkan Islam. Mulai dari peristiwa Charlie Hebdo sampai yang terakhir yakni kontes pembuatan kartu nabi yang diketuai oleh Pamella dkk. Semuanya berlatar belakang karena kebebasan berkarya. Nampaknya mereka sudah kehabisan obyek, sampai-sampai menjadikan nabi sebagai obyek penghinaan.
Lalu apa yang harus dilakukan oleh umat Islam? Apakah harus membalas serangan mereka dengan membuat hal yang sama, atau harus melakukan langkah-langkah sporadis untuk menghentikan mereka? seperti belakangan dilakukan oleh oknum yang mengaku ISIS.
Hemat saya, apapun yang dilakukan untuk mencegah mereka adalah sia-sia. Karena memang kebijakan di negara terkait memungkinkan untuk melakukan hal tersebut. Perlu diingat bahwa mereka yang melakukan penghinaan bukanlah orang-orang bodoh yang melakukan suatu hal tanpa motif. Ada motif besar yang melatar belakangi mereka. Dampak yang ditimbulkan berupa protes dari masyarakat Islam dunia pasti telah mereka pertimbangkan. Penghinaa-penghinaan terhadap nabi sudah tersindifikasi dengan baik oleh mereka.
“Kami tidak terima nabi kami dihina, kami tidak terima nabi kami dilecehkan, kami tidak terima nabi kami dijadikan bahan tertawaan” mungkin itu respon paling minim diantara kita untuk menyambut tindakan penghinaan tersebut. Sangat wajar nampaknya apabila seorang yang kita cinta dan kita junjung dihina pasti kita melakukan pembelaan. Hal tersebut merupakan sifat alamiah manusia.
Membela boleh saja, tapi melawan? Perlu kita fikirkan sejuta kali.
Di balik motif yang katanya adalah kebebasan berkarya, tujuan dari penghinaan tersebut adalah memancing perotes umat Islam. Bahkan sampai dengan memancing respon yang sporadis. Kalau kita balas dengan penghinaan, dan langkah sporadis nampaknya berhasil sudah tujuan mereka.
Sebenarnya pelecehan terhadap nabi tersebut tidak lantas menjatuhkan Islam, apabila kita menyikapinya dengan cara-cara yang elegant. Yang menjatuhkan adalah mereka yang mecoba merespon dengan cara-cara berlebihan. Kalau kata anak muda zaman sekarang “biarin aja nanti juga capek sendiri” sebenarnya kata tersebut lebih cocok untuk menyikapi hal tersebut. Tapi kan sebagian besar dari kita umat Islam kalau tidak melakukan perotes kerasa katanya tidak cinta, tidak solid, tidak ukhuwah,tidak loyal dan sebagainya.
Apa benar ya?
Ingatkah kita ketika ketika nabi Muhammad dihina dengan disebut gila oleh kaum kafir Quraisy ketika sedang memulai dakwahnya!. Ingatkah kita ketika nabi muhammad dihina dan dilempari batu oleh masyarakat Ta’if ketika sedang mencoba berdakwah!. Ingatkah ketika nabi sedang shalat lalu dikungkungi dengan kulit unta yang membusuk!. Apa yang dilakukan nabi, apakah nabi membalas hinaan tersebut, apakah nabi menyiapkan masa untuk perotes, apakah nabi menyiapkan senjata untuk menyerang mereka? Nabi bisa saja membalasnya, namun semua itu tidak dilakukannya, bahkan sampai kelak Islam dapat menakhlukan kota Mekah. Jangankan anda, Jibril saja yang diciptakan dari cahaya iktu geram. Tapi nabi menunjukan sikapnya yang elegant dalam menyikapi hal-hal tersebut. Lalu apa buah dari kesabaran nabi, kesuksesan umat Islam.
Apakah anda akan berdalih “ya itukan zaman nabi, ya nabi Muhammad kan seorang nabi”. Mau zaman nabi apa mau zaman megalitikum tapi nabi telah menunjukan sifat kesabaran ala manusia biasa dan mencontohkan nilai-nilai yang seharusnya dijalankan oleh seorang Muslim sejati. Toh nabi juga manusia kan, kita juga bisa lah melakukan apa yang dilakukan nabi. Kalau itu hanya dilakukan seorang nabi, buat apa nabi meninggalkan sunnahnya alias kebiasaanya yang berjilid-jilid kepada umatnya kalau jelas-jelas tidak bisa untuk diamalkan oleh umat sesudahnya.
Waktu masih hidup aja nabi cuek menyikapi penghinaan yang dialamatkan terhadapnya, apalagi ketika wafat “sabodo teing” kalau kata orang sunda mah. Lalu untuk apa kita membela nabi, nabi tidak butuh dibela. Biarkan saja mereka para penghina nabi kelelahan sampai kehabisan bahan. Nabi telah jelas memberikan contoh menyikapi penghinaan. Yakin dah cara-cara membalas dengan menghina kembali, berlaku sporadis, memperotes keras, apalagi membuat meme tidak akan membuat kita lebih mulia di mata Allah. Apalagi membuat anda keren, terlihat solid, Islam banget, ataupun apalah. Protes yang elegant dengan meminta pemerintah kepada negara terkait untuk menindak kegiatan penghinaan tersebut. Namun langkah struktural ini juga nampaknya tidak membuat hobi mereka menghina nabi berakhir.
Yang terpenting bagi kita sekarang umat Islam adalah tetap menunjukan sikap yang arif dan bijak. “Di hina qo yoo arif dan bijak” itu mungkin akan terbesit pelan dalam hati anda bisa juga si sambil ngomel. Trus mau diapakan lagi? Mending didiemnin aja, yakin nanti juga cape sendiri. Kalau gak cape ya nanti juga kehabisan bahan. Habis disikapi pun tidak ada untungnya, apalagi berlebihan menyikapinya.
Sebagai muslim sejati kita perlu mencontoh sikap sang kanjeng Nabi dalam hal ini. Banyak sejarah nabi yang bisa kita jadikan ibrah dalam menyikapi berbagai permasalahan yang timbul di masa kontemporer ini. Untuk kita umat Islam, banyak hal yang lebih penting yang harus kita fikirkan dibanding menyikapi penghinaan. Memajukan pendidikan Islam adalah agenda utama bagi kita semua umat Islam. Generasi Muslim berikutnya harus lebih baik dari sebelumnya. Tidak lain dan tidak bukan hanya dengan pendidkan caranya, bukan dengan mengajarkan mereka memegang senjata.
Dirga Fawakih
12-05-2015